Selasa, 07 Mei 2013

Keadilan Distribusi dalam Ekonomi Islam

Berbeda dengan ilmu ekonomi kapitalis dan sosialis, sistem ekonomi Islam memiliki paradigma syariah, yang berarti tidak lagi berorientasi kepada pasar, melainkan berorientasi syariah (hukum) yang berssumber dari Al-Qur'an dan Hadists. Jika dilihat dari dasar dan filosofinya, berorintasi kepentingan dunia dan akhirat, karena filosofi tauhid akan menaungi seluruh aktivitas hidup, bukan hanya sebatas aktivitas ekonomi melainkan terintegrasi kepada semua aspek kehidupan : sosial, ekonomi, biudaya, politik, hukum, ilmu pengetahuan, tekhnologi, bahkan tataran spiritual sekalipun.

Jika sistem kapitalisme menonjolkan individualisme dari manusia, dan sosialisme pada kolektivisme, maka Islam menekankan 4 sifat sekaligua yaitu : kesatuan, keseimbangan atau kesejajaran, kebebasan, dan tanggung jawab.

Sistem ekomnomi Islam berbeda dari kapitalisme, sosialisme, dan negara kejsejahteraan. Berbeda dari kapitalisme , karena, Pertama, Islam menentang eksploitasi oleh pemilik modal terhadap buruh yang miskin, dan melarang penumpukan kekayaan. Seperti tertulis dalam Firman-Nya: "Kecelakaanlah bagi setiap yang mengumpulkan harta dan menghitung-hitung." (Al-Humazah [104]: 2). Kedua, kelompok miskin dalam Islam tidak dihujat sebagai kelompok yang malas dan yang tidak suka menabung. Ajaran Islam yang paling nyata menjungjung tinggi upaya pemerataan untuk mewujudkan keadilan sosial, seperti yang tercantum dalam Al-Qur'an, "jangan sampai kekayaan hanya beredar dikalangan orang-orang kaya saja diantara kamu." (Al-Hasyr [59]: 7). Islam berbeda dalam hal kekuasaan negara, yang dalam sosialisme sangat kuat dan menentukan.Kebebasan perorangan yang dinilai tinggi dalam Islam jelas bertentangan dengan ajaran Sosialisme.

Ajaran Negara Kesejahteraan, yang berbeda diantara tengah-tengah antara kapitalisme dan sosialisme, memang lebih dekat ke ajaran islam. Bedanya hanyalah dalam islam etika benar-benar dijadikan pedoman  perilaku ekomoni sedangkan dalam nregara kesejahteraan tidak demikian, karena etika negara kesejahteraan           adalah sekuler yang tidak mengarah pada "Integrasi vertikal" antara ispirasi materi dan spiritual. Jelas, bahwa dalam islam pemenuhan kebutuhan materil dan spiritual bener-bener menjaga keseimbangannya, dan pengaturan oleh negara, meskipun ada tidak bersifat otoriter.

Manusia sebagai khalifah didunia tidak mungkin bersifat individualistik karena semua yang ada dibumi adalah milik Allah semata, dan manusia adalah kepercayaan nya dibumi. Kita membuktikan bahwa sistem ekonomi islam dapat mengantarkan pada pencapaian pertumbuhan dan keadilan distributif secara silmutan dan sekaligus menjamin kebebasan individu tanpa mengorbankan kebijakan sosial. Dan, disinilah letak tugas serta kewajiban pemerintah dalam mengalokasikan sumberdaya secara adil dan bijak sebagai upaya menekankan terjadinya kegagalan pasar.

Referansi :

Majalah Suara Hidayatullah.Melihat dengan mata hati.Edisi 12 XXIV April 2012.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar