1. Ihsha' al-'Ulum
Buku filsafat dan logika ini karya Abu Nasr Muhammad bin Muhammad al-Farabi, atau yang tersohor dengan nama al-Farabi. Al-farabi adalah filsuf muslim kelahiran Turkmenistan pada tahun 257 AH/870 M. diantara 100 lebih karyanya, kitab ihsha' al-'Ulum merupakan maha karya yang paling monumental. berisi tentang risalah-risalah pembagian ilmu.
Buku ini dipuji para ilmuan sebagai risalah yang mengagumkan tentang metafisika, logika, dan teologi. menurut Hossein Nasr, Buku ini merupakan buku pertama dalam dunia islam yang mengklasifisikasikan ilmu yg dikenal secara luas. ia juga dicatat sebagai buku paling berpengaruh dalam sejarah islam periode awal.
Al-Farabi mengklasifikasi berbagai cabang keilmuan menjadi 8 ilmu pokok. yaitu : Ilmu Linguistik, Logika, Matematika, Fisika, Metafisika, Politik, Hukum, dan teologi. ke-8 ilmu tersebut dikategorikan sebagi ilmu filsafat. pada masa itu memang ilmu-ilmu sains alam termasuk bagian dari ilmu filsafat, yang biasanya disebut Filsafat kealaman.
pengaruh isha' al-'Ulum tidak hanya mewarnai dunia islam, tapi juga barat. edisi bahasa latinya berjudul De Scientiis diterjemahkan oleh 2 sarjana, gunsidallimus dan girrardo geremona padfa abad ke-12. Ibrahim madkur dalam Fi al-Fasalah al-islamiah menulis, buku ini menjadi dasar pengklasifikasian ilmu pengetahuan dibarat abad ke-12.
Karena buku inilah Al-Farabi dijuluki "al-Mu'alim al-Tsani" (guru ke-2) oleh para filsuf. Ilmu logikanya hampir disejajarkan dengan Aristoteles yang mendapat gelar guru pertama.
2. 'Uyun al-hikmah
Kitab ini juga dikenal dengan nama al-Mujaz. ditulis oleh ibnu sina (370 H/980 M-428H/1037 M). dibagi menjadi 4 tema besar : tentang logika, fisika, metafisika, dan ketuhanan. metafisika dan fisika merupakan tema besar dalam buku ini, yakni dibahas dengan 16 pasal. diantaranya memvbicarakan tentang konsep hikmah, sumber-sumber ilmu poengetahuan, atom, konsep waktu, tumbuh-tumbuhan, indera batin, konsep jiwa, dll.
Konsep ketuhanan dibahas dalam 5 pasal diantaranya dibahas tentang teori ketuhanan, materi (hayula), Bentuk (Shuroh), Penciptaan (ibda'), dan konsep wujud. dalam buku ini ibnu sina menulis bahwa tuhan memiliki wujid tunggal secara mutlak, sedangkan segala sesuatu selain tuhan memiliki kodrat yang mendua. Tuhan bukanlah unsur dalam satu wujud tetapi satu unsur atomik dalam wujud yang tunggal.
Beberaapa pandangan dalam kitab ini dikritik oleh Imam al-Ghazali. Namun, kajian tentang ilmu logika dan filsafat kealaman dalam kitab ini memberikan konstribusi untuk ilmu pengetahuan modern.
Karya ini culup berpengaruh di Barat. sebelum sarjana-sarna barat memiliki kemampuan membaca pemikiran filsafat yunani, Ibnu sina telah jauh mendahului. melalui karya ini, seorang sarjana barat asal Jerman, Albertos Magnus, mengenal pemikiran Aristoteles dan filsafat Yunani. meskipun ada yang berpendapat kitab ini hilang, seperti dicatat Ensiklopedi Britanica, tetapi sesungguhnya sebagian besar isinya telah diselamatkan dan dicetak. dalam kitab ini, bagi Al-Ghazali alam adalah sesuatu yang baru dan bermula, sementara yang qodim hanyalah satu yaitu Allah. Al-Ghazali membvantah pendapat filsuf bahwa alam ini kekal. Bagi Ghazali, jika Allah berkehendak untuk menghancurkan alam dan meniadakannya, maka hancurlah alam ini dan tiada pulalah ia.
Kritikan Al-Ghazali dalam buku tersebut merupakan pukulan telak bagi filsafat paripatetik. yang dilakukan al-Ghazali bukan 'membunuh' filsafat, akan tetapi ia menyodorkan filsafat yang alami. Buktinya, pasca al-Ghazali, lahir filsuf Fakhruddin al-razi, dan para pengagumnya juga mempelajari filsafat. pada abad ke 12 memang ada arus utama menyerang filsafat Platonosme dan Aristotelialisme. Akan tetapi kajian dan pemikiran filsafat, sesungguhnya tidak benar-benar hilang oleh serangan al-Ghazali. Filsafat islam tetap berkembang.
3. Tahafut al-Falasifah
Kitab i ni ditulis oleh Abu Hamid Muhammad bin Muhammad al-Ghazali, seorang ulama ensiklopedis yang lahir dikota Thus, Khurasan pada 450 H/1058 M. menurut catatan sejarah, kitab tahafut al-falasifah ditulis al-ghazali pada tahun 488 H di Madrasah Nizamiyah Baghdad, saat imam al-Ghazali berusia 38 tahun.
sebelum menulis Tahafut al-Falsifah, al-Ghazali menulis muqashid al-falasifah berisi prindsip-prinsip filsafat; ilmu mantiq, alam ,dan ketuhanan. tampaknya ia ditulis untuk memantapkan kajian Tahafut al-falasifah. Maqashid boleh dibialng mukadimah tahafut.
Buku ini memuat kritik terhadap filsafat paripatetik . ada 20 persoalan fisafat yang dibahas imam al-Ghazali dalam bukunya tersebut. banyak orang yang ragu bahwa imam al-ghazali adalah seorang filssuf. akan tetapi, kritik dalam Tahafut al-falasifah menjadi bukti, tidak mungkin imam al-Ghazali buta terhadap filsafat, sedangkan dia dengan tangkas mematahkan logika-logika filsafat paripatetik.
2 persoalan itu dibagi menjadi 2. bagian pertama, persoalan yang menyebabkan kekafiran. dan yang ke-2, persoalan-persoalan yang termasuk bid'ah. tiga persoalan yang disebut menyebabkan kekafiran adalah; pertama, pendapat para filsuf tentang keabadian alam; kedua, tuhan mengetahui yang partikular dengan cara yang universal; ketiga, tidak ada kebangkitan jasmani diakhirat. sedangkan 17 persoalan lagi, al-Ghazali menganggapnya sebagai bid'ah.
Persoalan keabadian alam merupakan persoalan yang menyedot seperlima dari keseluruhan persoalan dalam kitab ini, bagi Al-Ghazali alam adalah sesuatu yang baru dan bermula, sementara yang qodim hanyalah satu yaitu Allah. Al-Ghazali membvantah pendapat filsuf bahwa alam ini kekal. Bagi Ghazali, jika Allah berkehendak untuk menghancurkan alam dan meniadakannya, maka hancurlah alam ini dan tiada pulalah ia.
4. Al-Matalib al-'Aliyah
Fakhruddin al-Razi dikenal sebagai mufassir, teolog, saintis, sekaligus filsuf. bukti bahwa al-Razi seorang filsuf kenamaan adalah karya besarnya, al-matalib al-'Aliyah. ada sekitar 12 karya filsafat al-Razi, akan tetapi yang paling monumental dan besar adalah al-matalib al-'Aliyah yang diulis sampai 9 jilid.
Dijelaskan dalam buku ini, eksistensi waktu tidak tergantung kepada akal manusia dan esensinya tidak tergantung kepada gerak. ia bisa persepsikan sekalipun gerak tidak ada bersamanya. akal manusia dalam hal ini memiliki keterbatasan memahami rahasia esensi waktu.
Referensi :
Majalah Suara Hidayatullah.Melihat dengan Mata Hati.Edisi 12 XXIV April 2012.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar